Adab-adab Pelajar kepada Guru Menurut KH Hasyim Asy’ari
Bagaimana kiat dan langkah menjadi
pelajar yang beretika kepada gurunya? Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari
dalam kitabnya Adab al-Alim wa al-Muta’allim menyebutkan ada 12 adab seorang
santri kepada gurunya.
Pertama, berpikir matang-matang sebelum memilih guru.
Seorang
santri tidak boleh sembarangan memilih guru yang hendak ia timba ilmu dan
adabnya. Sebelum memutuskan siapa gurunya, hendaknya terlebih dahulu
beristikharah, meminta petunjuk kepada Allah agar diberi guru yang terbaik
untuk dirinya. Bila memungkinkan, guru yang dipilih sebaiknya adalah pribadi
yang betul-betul mumpuni ilmunya, dapat menjaga harga dirinya, memiliki kasih
sayang, dan masyhur keterjagaannya (dari hal-hal tercela). Guru sebaiknya juga
seseorang yang baik penyampaiannya. Karena begitu pentingnya memilih seorang
guru, sebagian ulama mengatakan:
هذا العلم دين فانظروا
عمن تأخذون دينكم
“Ilmu ini adalah agama, maka
lihatlah dari mana kalian mengambilnya.”
Kedua, memilih guru yang kredibel
Guru yang dipilih hendaknya orang yang mengerti agama secara sempurna, sanad
keilmuannya jelas, yaitu mereka yang diketahui mengambil ilmu dari para
masyayikh yang cerdas, dari gurunya lagi, hingga Rasulullah Saw. Tidak cukup
belajar agama dari seseorang yang hanya mengambil ilmu dari buku-buku tanpa
digurukan. Menurut Hadratussyekh, belajar tanpa memiliki sanad keilmuan yang
jelas atau hanya mencukupkan dari buku-buku, sangat mengkhawatirkan. Rentan
sekali terdapat kekeliruan. Oleh karenanya, di samping rajin membaca dan
mempelajari buku-buku, penting sekali untuk mencari guru yang mentashih atau
membenarkan. Rais akbar Nahdlatul Ulama tersebut mengutip statemen Imam Syafi’i
radliyallahu ‘anh:
من تفقه من بطون الكتب
ضيع الاحكام
“Barangsiapa
belajar fiqih dari buku-buku (tanpa digurukan), maka ia telah menyia-nyiakan
hukum-hukum agama.”
Ketiga, mematuhi segala perintah guru
Murid
hendaknya adalah pribadi yang mentaati arahan gurunya. Sam’an wa tha’atan,
mendengar dan mematuhi apa pun yang diarahkan gurunya. Ibarat pasien yang
sakit, ia harus senantiasa mematuhi petunjuk dokternya. Berapa kali ia harus
meminum obat dalam sehari, pola makan yang harus dijaga dan hal-hal lain yang
diperintahkan oleh sang dokter. Demikian pula pelajar, bila ia ingin sembuh
dari penyakit kebodohannya, ia harus menuruti resep pengajaran dari gurunya.
Pasien yang susah diatur, banyak menentang dokternya, sulit bagi dia untuk
sembuh. Senada dengan pendapat KH
Hasyim Asy’ari, dalam pandangan kaum shufi, posisi murid di hadapan gurunya,
seperti jenazah di tangan orang yang memandikannya. Ia harus pasrah secara
total, mau dimandikan dalam posisi bagaimanapun. Syekh Ibnu Hajar al-Haitami
mengatakan:
يتعين عليه الاستمساك
بهديه والدخول تحت جميع أوامره ونواهيه ورسومه حتى يصير كالميِّت بين يدي الغاسل ،
يقلبه كيف شاء
“Seharusnya
murid berpegangan kepada petunjuk gurunya, tunduk patuh atas segala perintah,
larangan dan garis-garisnya, sehingga seperti mayit di hadapan orang yang
memandikan, ia berhak dibolak-balik sesuka hati.” (Syekh Ibnu hajar al-Haitami,
al-Fatawi al-Haditsiyyah, juz 1, hal. 56)
Keempat, memandang guru dengan pandangan memuliakan. Inilah salah satu cara yang lebih
mendekatkan untuk mendapat ilmu yang bermanfaat menurut pandangan KH. Hasyim
Asy’ari. Pelajar wajib memandang gurunya dengan penuh takzim. Tidak
diperbolehkan bagi pelajar memandang remeh gurunya, merasa ia lebih pandai dari
pada gurunya. Santri hendaknya memilik itikad yang baik terhadap gurunya,
menganggap bahwa gurunya berada pada derajat kemuliaan. Beliau mengutip
statemen sebagian ulama salaf:
من لا يعتقد جلالة شيخه
لايفلح
“Barangsiapa tidak meyakini keagungan gurunya,
tidak akan bahagia.” Tidak etis murid
menyebut gurunya hanya dengan namanya, tanpa diberi gelar kehormatan. Atau
memanggil gurunya dengan ‘kamu’, ‘anda’ atau panggilan-panggilan yang
merendahkan. Setiap menyebut gurunya saat beliau tidak ada, sebutlah dengan
sebutan yang layak dan baik. Jangan ragu untuk bilang “guruku” “kiaiku yang
alim”, “ustadzku yang cerdas”, dan sebutan-sebutan yang sejenis.
Kelima, tidak melupakan jasa-jasa guru.
Pelajar
hendaknya mengenali hak gurunya, tidak melupakan jasanya, senantiasa
mendoakannya, baik saat masih hidup atau setelah meninggal dunia. Juga perlu
memuliakan kerabat, rekan dan orang-orang yang dicintai gurunya. Setelah
gurunya wafat, sempatkan waktu untuk berziarah dan memintakan ampunan kepada
Allah untuk sang guru di depan kuburnya. Dalam segala tingkah laku, metode
pengajaran, amaliyyah dan hal-hal positif lainnya, hendaknya menirukan
cara-cara yang ditempuh oleh gurunya. Demikianlah pelajar yang sesungguhnya
menurut KH Hasyim Asy’ari, selalu memegang teguh prinsip gurunya.
Keenam, sabar menghadapi gurunya
Manusia
tidak lepas dari luput dan salah, tidak terkecuali seorang guru. Sebagaimana
manusia lainnya, tidak mungkin seorang guru bersih dari kesalahan. Terlebih
saat banyak pikiran, terkadang emosi sulit dikendalikan. Maka dari itu, murid
harus bisa memaklumi sikap gurunya yang terkadang membuat jengkel. Kendati
gurunya melakukan kesalahan atau berlaku keras, hal tersebut tidak menghambat
pelajar untuk terus ber-mulazamah (menimba ilmu) dan meyakini kemuliaan
gurunya. Anjurannya saat perilaku guru
secara lahir salah, murid sebisa mungkin mengarahkannya kepada maksud yang baik,
membuka pintu ta’wil. Mungkin beliau lupa, mungkin beliau dalam kondisi
terdesak dan lain sebagainya. Saat guru memarahi murid, hendaknya murid
mengawali untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Sikap yang demikian
diharapkan dapat menambah kecintaan guru kepadanya. Justru dengan sering
dimarahi gurunya, murid sepantasnya berterima kasih karena hal tersebut
merupakan wujud kepeduliaan dan kecintaan, bukan sebuah kebencian. Ketika murid dianggap melakukan kesalahan
oleh sang guru, hendaknya tidak terlalu banyak beralibi, justru yang ditonjolkan
adalah sikap terima kasih kepada guru atas kepeduliaannya. Bila betul-betul ada
udzur dan memberitahukannya kepada guru dinilai lebih mashlahat, maka tidak
masalah untuk dihaturkan kepada beliau, bahkan bila tidak mengklarifikasi
menimbulkan mudlarat, murid harus menjelaskannya kepada guru.
Sumber:
https://islam.nu.or.id/post/read/98068/adab-adab-pelajar-kepada-guru-menurut-kh-hasyim-asyari-i
0 Comments:
Posting Komentar